Pada dasarnya Pendidikan Kewarganegaraan merupakan wadah dan sekaligus sebagai instrumen untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional, berupa berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan diktum undang-undang pendidikan nasional ini, maka pada hakikatnya pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan sistem politik nasional, demokrasi, konsep HAM, dan sosial kemasyarakatan Indonesia, yang kesemuanya itu merupakan instrumen pendidikan nasional yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Pada perjalananya, pendidikan kewarganegaraan (Civic Education) ini telah banyak sekali mengalami perubahan – perubahan yang bersifat substansi dari mulai konten materinya maupun Penamaan yang digunakanya. Peraktik pembelajaran pendidikan kewarganegaraan (Civic Education) bagi bangsa Indonesia sebenarnya telah jauh-jauh hari dimulai sebelum indonesia merdeka
- Landasan Pendidikan PPKn
Selaku seorang akademisi, mungkin kita pernah bertanya-tanya dalam
benak kita masing-masing, Apa yang melandasi atau mendasari adanya
pembelajaran PPKn sehingga hampir pada semua tingkat satuan dan jenjang
pendidikan di Indonesia PPKn senatiasa kita temui dan kita pelajari mulai dari
SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi. Berikut ini beberapa landasan
mengenai pelaksanaan PPKn tersebut :
Landasan atau dasar mempelajari pendidikan Pancasila yang dalam hal ini
tergabung dan dikemas dalam matakulaih PPKn, yaitu agar kita selaku bangsa
Indonesia mempunyai kesadaran, bahwa bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu
proses sejarah yang cukup panjang, diawali sejak jaman kerajaan kutai kertanegra
di kalimantan, Sriwijaya di palembang, dan Majapahit di pulau jawa, hingga
datangnya bangsa asing yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Selama
beratus-ratus tahun bangsa Indonesia menjalani perjalanan hidupnya untuk
menemukan jati dirinya hingga menjadi suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta
memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup
bangsanya, yang di dalamnya tersimpul ciri, sifat dan karakter bangsa yang
berbeda dengan bangsa lain, yang oleh pendiri negara kita ( Pounding Father )
dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang
meliputi lima prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama pancasila.
Seperti halnya bangsa-bangsa lain di dunia dalam menjalani kehidupan
berbangsa dan bernegara, Indonesia memiliki pandangan hidup, filsafat hidup dan
pedoman hidup agar tidak terombang-ambing dalam kancah pergaulan
internasional, dalam arti lain bangsa Indonesia harus mempunyai visi serta misi
yang jelas untuk dapat menentukan arah serta kebijakan apa yang akan diambil.
Istilah “Landasan Yuridis“, “payung hukum“, “landasan hukum”, dan
“dasar hukum”, pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama antara satusama lain (sinonim), yaitu sebagai sesuatu yang membenarkan atau pembenaran
boleh atau tidaknya suatu perbuatan, atau dalam arti lain yang melegalkan atas
suatu tindakan/perbuatan dapat dikerjakan atau tidak.
Peran Pancasila yaitu sebagai falsafah negara dan sekaligus merupakan
pandangan filosofis bangsa Indonesia. Sebagai contoh, secara filosofis bangsa
Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan
(Bangsa yang beragama) dan berkemanusiaan (Bangsa yang menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan), hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia
adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Atas dasar berbagai filosofis tersebut
maka dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia, nilai-nilai
Pancasila merupakan dasar filsafat negara atau sebagai dasar pemikiran negara
untuk membuat visi, misi dalam menentukan arah kebijakan pembangunan
negara, sehingga tidak dibenarkan jika pemerintah atau negara membuat
kebijakan berupa peraturan perundangan maupun kebijakan politik lainnya yang
bertentangan dengan nila-nilai pancasila. Tidak dibenarkan pemerintah atau
negara membuat peraturan perundangan yang bertentangan dengan nila
keagamaan, kemanusiaan, berpotensi memecah persatuan dan kesatuan dan lain
sebagainya. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral kita semua
selaku bangsa Indonesia untuk secara konsisten menggali, menghayati, serta
merealisasikan Pancasila dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
2. Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam menjalankan fungsi Pendidikan kewarganegaraan (Civic
Education) sebagai upaya untuk memberdayakan warganegara yang lebih aktif
dan partisipatif pada era dewasa ini, tentunya mengharuskan adanya perubahan
14
kerangka berfikir dalam pendidikan (paradigm Of Education) yang lebih
memposisikan peserta didik sebagai pelaku (Subjec) dari pendidikan tersebut.
Dengan perubahan paradigma ini, diharapkan mahasiswa tidak hanya mampu
menguasai pengetahuan (Learning to know) saja, akan tetapi mahasiswa/ peserta
didik juga dituntut untuk mampu menjadi pribadi yang lebih baik secara mental
spiritual yang tercermin dalam kepribadian (Learning To Be), setelah itu,
kemudian pesertadidik diharapkan mampu untuk mengaplikasikan pengetahuannya dalam menghadapi segala permasalahan kehidupan yang dihadapinya secara
aktif, kritis, cerdas dan solutif (Learning To Do). Setelah menguasai ketiga faktor
tersebut, peserta didik diharapkan mampu untuk menguasai kemampuan untuk
hidup bersama dalam menjalankan peran-nya dalam kehidupan bermasyarakat
dengan penuh tanggung jawab serta toleran satu sama lain (Learning To Live
Together) .
Komentar
Posting Komentar